Kemarin, ketika istri saya rindu makan mie goreng basah
yang dijual diseputaran simpang Lhong Raya. Iya, apalagi kalau bukan mie ayah
simpang lhong raya. Antriannya cukup panjang dan lama. Sehingga membuat saya
harus mencari kesibukan ditengah segerombolan manusia yang juga hawa Mie Aceh.
Tak jauh dari antrian tersebut. Ada sebuah aquarium tak
berisi air diletakkan tepat dihadapan dapur tempat mie di aduk dan di masak.
Aroma kuah mie menyeruak dan menusuk hidung saya yang mancung. Perut yang lapar
semakin lapar. Tapi antrian yang mengular membuat saya harus terus bersabar.
Menikmati setiap tarikan nafas dengan wangi bumbu mie yang bercampur menjadi
satu dalam sebuah kuali besar dan hitam. Bang adi, sang chef, terus terlihat
sibuk sembari sesekali mengajak saya berbicara basa basi.
“peu ta pakek bieng? Lagak-lagak tat nyan bieng ( Apa kita
campurkan kepiting ke dalam mie? Cantik-cantik sekali itu kepitingnya)” tawanya
sembari terus mengaduk mie. Ting.. teng.. ting.. teng..
Saya hanya tersenyum. Saya ini, walaupun masih muda dan
berhidung mancung. Akan tetapi kadar kolestrol dan asam urat sudah seusia
bapaknya bang Adi. Begitu gumam saya dalam hati.
Pandangan mata kembali saya layangkan kepada kepiting hitam
dan gemuk-gemuk di dalam aquarium yang lembab dan sedikit bau. Beberapa ekor
kepiting terikat rapi dengan tali plastic, selebihnya, ada yang berputar-putar
tak tentu arah. Ada yang garang mengarahkan capitnya ke arah saya, ada yang
duduk terdiam tak berdaya. Seolah ingin berkata, makan saja aku bang..#halah
ayo, kepiting, jangan mau disamakan dengan manusia |
Ada satu hal yang menarik, sedari awal saya memperhatikan
sikap para jejaka kepiting ini bermain tarik-menarik satu dan lainnya. Setiap salah
satu ekor kepiting hendak naik memanjat tembok kaca aquarium, setiap itu pula
kepiting yang lain menarik kawannya tersebut. Begitu seterusnya, sampai
akhirnya, salah satu asisten chef bang Adi mengambilnya, membelah,
membersihkan, lalu melemparnya dalam kuali hitam yang panas di mana, disana
sudah menanti mie lengkap dengan segala bumbunya. Malangnya nasib sang
kepiting.
Fenomena ini terus berlanjut, sampai akhirnya saya harus
pamit pulang kepada sang kepiting, karena mie pesanan istri saya sudah selesai.
Sepanjang jalan saya tersenyum. Ternyata sifat kepiting itu
memang mengambarkan prilaku sebagian besar manusia. Terlebih lagi ketika
menjelang pilkada Aceh yang akan berlangsung tak lama lagi. Para calon
pemimpin, para incumbent, para senator rakyat, dan para pelaku pilkada lainnya.
Sebagian mulai bersifat seperti kepiting.
Aquarium yang terbuka lebar itu tidak bisa membuat kita
melihatnya sebagai sebuah pintu keluar dari masalah. Anggap saja, masalah Aceh kini.
Seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, penggunaan anggaran yang tak tepat,
kelatahan program tak jelas, dan lain sebagainya.
Alih-alih saling support, alih-alih saling memberikan
solusi. Malah semuanya menarik untuk bersama-sama merusaknya. Sama-sama
melakukan kebodohan tersebut.
Contoh paling dekat hari ini adalah, bapak-bapak dari
senator dan pemimpin kota keluar negeri. Entah apa tujuannya. Negeri masih ada
rakyat miskin tapi pemimpin malah pergi meninggalkannya begitu saja. Parahnya lagi,
hal ini diaminin oleh semua sahabat dan kawan-kawannya yang sebangku dengannya.
Apa ini tidak seperti kepiting?
Ketika ada seekor kepiting berusaha berbuat lebih baik,
malah berseru, “Woi elu itu juga kepiting
kayak kita, ngapain menjadi seorang chef?”
Bapak-bapak, ibu-ibu pemimpin negeri. Bila anda tetap
menjadi kepiting, itu adalah pilihan anda. Paling-paling, kami, sebagai rakyat
ini akan memilih untuk menjadi chef mie Aceh. Kami akan membelah, membersihkanmu,
lalu melemparmu kedalam kuali yang hitam bersama mie yang sudah lebih dulu
terebus sempurna.
sedih melihat kenyataan yang cukup pahit ini |
Tak perlu memperlihatkan tajamnya capitmu. Tak perlu
memperlihatkan kegaranganmu, sedangkan kalian sebenarnya hanyalah segerombolan
kepiting yang latah. Teman lompat, kalian pun lompat. Kalian memang cantik,
saking cantiknya, saya ingin menyanyikan lagu iwan fals;
Ingin kuludahi mukamu
yang cantik,
Agar kau mengerti
bahwa kau memang cantik
Ingin ku congkel
keluar indah matamu,
Agar engkau tahu
memang indah matamu
Ntahlah, pada akhirnya kalian akan sadar atau tidak. Kalau kepiting
itu, jalannya miring. Bukan ke depan. Sedangkan masalah negeri ini ada
dihadapannya. Bukannya di samping. Tapi? Ah sudahlah..
Ketika ada salah seorang diantara kalian yang memutuskan
untuk mengatakan kalau dia melakukan pencitraan? Ah.. inilah sifat asli
kepiting. Susah melihat orang senang,
senang melihat orang susah…
Sesampai di rumah, saya masih tersenyum. Melihat istri saya
begitu lahap menyantap mie kepiting yang saya belikan untuknya. Setiap capitnya
digigit, lalu dihisap sampai keluar semua isi dan air sumsumnya. Betapa bersyukurnya
saya, karena Tuhan menciptakan kepiting sebagai kepiting.
Komentar
Posting Komentar