Langsung ke konten utama

Menghujat Para Pelanggar Syariat di Aceh

Siapa yang tak tahu? Jika Aceh, bergelar Serambi Mekah?

Siapa yang tak tahu, jika Aceh menggunakan perda khas. Atau, lebih dikenal dengan qanun.

Siapa yang tak ribut, ketika gema hukum cambuk-saya lebih suka menyebutnya dengan pecut-bergemuruh? Ketika setiap pelanggar syariat, mulai di pecut. Di pertontonkan, di unggah di berbagai lini media sosial.

Dari muda sampai tua. Pasti melihat. Sesekali, saya pernah mendengar, seperti cemoohan. Akan pelaksanaan hukuman tersebut.
Sumbang. Bak lagu Iwan fals.

Ada yang membahas dari segi HAM. Namun, tak pernah berani seimbang, ketika terjadi sebaliknya.
Ada, yang membahas dari segi, konservatif. Itu sudah layak dilakukan. Begitu tanggapannya.
Ada, yang tak tertinggal, menghujat para terdakwa. Dari yang bully ala warung kopi, sampai bully tak tahu diri.

Saya bukan ahli hukum. Bukan pula penyusun qanun syariat tersebut. Tak usah pula kita bahas, ini politis atau keinginan rakyat. Bukan, bukan itu yg ingin saya ungkapkan.

"Halah, pas zina nggak takut. Pas di hukum udah nangis. Najiz!" Pernah saya mendengar demikian.
Atau,
Sorakan, "huuu... " Oleh penonton. Tatkala para terdakwa menangis. Mungkin, bukan karena sakit, tapi karena malu.

Lama sekali, saya tertegun. Melihat begitu banyak reaksi. Dari mereka para penonton, pembaca, ataupun komentator ala warkop.

Pernah, saya membaca kisah. Kejadian atas seorang wanita. Yang MENGAKU BERZINA. dan ingin dihukum rajam. Ingat ya, Rajam! Bukan cambuk atau pecut. Tapi Rajam.

Berulang kali, Rasullullah Saw, menolaknya. Sampai akhirnya, hukuman itu dilakukan. (Kisah lengkapnya, silahkan Googling)

Lalu, salah seorang menimpuknya sangat keras dengan batu, sehingga membuat darahnya mengalir kepada pakaiannya, dan terpecik ke pakaiannya.

Yang menimpuknya sangat senang, seakan-akan dia telah melakukan sesuatu yang baik.
Rasulullah S.A.W melihat hal ini, dan beliau ingin mengingatkan orang ini dan yang lainnya. Jadi beliau berdiri dengan marah, dan berseru di hadapan mereka,

Wallahi, taubat wanita ini sangat tulus, sebuah taubat yang sangat bernilai. Jika kau membandingkan taubat seluruh Madinah, maka taubat wanita ini akan mengalahkan mereka semua! Jika mereka semua minum alkohol, lalu berzina, maka taubat wanita ini lebih berat daripada mereka!
Lalu Rasulullah S.A.W melakukan shalat jenazah, dan minta Allah mengampuninya. Dan beliau bersabda,

Dosa wanita itu hilang seperti hari dia terlahir.
Jika, kita, manusia. Masih menjadikan Rasullullah, sebagai suri tauladan. Apakah kita berhak utk menghujat para terdakwa kasus Jinayat di Aceh? Yang katanya Serambi Mekah. Serambinya, kota kelahiran Nabi Muhammad SAW?

Rasa rasa sendiri saja. Ini tulisan lahir, karena semalam, saya harus peluk guling. Pulang terlalu telat. Sehabis ketemu adik adik mahasiswi di warkop

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa bilang jadi Blogger itu Enak?

Siapa Bilang Ngeblog itu Gampang? “Wah..abang enak blogger.. kemana-mana bisa pergi kapanpun.” “abang enak, blogger, bisa kerja suka hati” Intinya tuh, enak, enak, dan enak. Begitulah persepsi orang ketika saya mengenalkan diri sebagai salah satu dari ribuan blogger keren di Aceh. Sebenarnya, apa yang terlihat enak tidaklah se-enak yang dibayangkan. Dunia ngeblog ini sudah saya tinggalkan bersamaan dengan padamnya Multiply. Iya, saya termasuk blogger yang susah move on dari satu blog ke blog lainnya. Tapi beda ketika menyangkut move on perihal hati #krik..krik..krik.. Awal tahun ini, saya kembali mencoba menyalurkan hobi menulis yang “nggak banget”. Kenapa saya katakan demikian? Karena saya ini tidak pernah bisa mengerti perihal EYD. Saya sebenarnya punya dilemma ketika menempatkan awalan “di”. Mana yang disambung, mana yang dipisah, saya bingung. Percayalah, saya tidak bohong kali ini. Karena ini menyangkut harkat dan martabat saya. #halah…

Ustad, Pesan Yang Cantik Satu!

ilustrasi dari  rantsofamuslima.blogspot.co.id Ini hanya fiktif belaka. Di angkat dari joke keseharian mereka yang berkecimpung dalam dakwah. (padahal semua manusia tugas wajibnya adalah dakwah kan? Kenapa pula harus aku tuliskan “berkecimpung” ya? Duh, jadi pusing sendiri nih menjelaskannya) Suatu ketika di pelataran mesjid. Seorang pemuda yang berumur cukup duduk dengan serius bersama ustadnya. Percakapan yang dibicarakan juga perihal yang serius. Seserius duduknya mereka berdua. Mereka membicarakan perihal masa depan. Kehidupan masa depan. Cita-cita masa depan. Keindahan sampai dengan masa depan. Ah, apa pula itu?!

Ketika Aku Harus Menikah (Lagi)

adat kasih cincin kepada mempelai wanita Berbilang tahun sudah, pernikahan yang syahdu ini berjalan layaknya sebuah biduk yang mengarungi perairan Banda . Naik turun, goyang-goyang, dan tak jarang ditemani oleh lumba-lumba yang menari. Anak sudah dua. Sepasang pula. Dari yang ganteng sampai yang cantik. Lengkap sudah. Seawal perkenalan dulu, tak ada ungkapan cinta nan romantis yang berkelebat dari surat-surat kertas yang bau harum. Tak ada. Hanya ungkapan sederhana, m aukah engkau menjadi kekasihku kelak?  dan berapa maharnya? (teteup..) Singkat cerita, dia mengajukan sebuah pertanyaan klasik. “Bagaimana menurut abang poligami itu? Ada niat kah?”