Langsung ke konten utama

Bang Irwan, Jangan Jadi Walikota. Nyusahin Aja!

Bang Irwan, Jangan Jadi Walikota. Nyusahin Aja!
Hanya anak-anak bangsa sendirilah yang dapat diandalkan membangun negerinya sendiri, tidak mungkin mengharapkan dari bangsa lain
Beberapa minggu yang lalu, santer beredar kabar kalau akhirnya Teuku Irwan Dhojan ST, wakil Ketua DPR Aceh periode  2014-2019 ikut mencalonkan diri menjadi calon walikota banda Aceh untuk periode 2017-2022. Ini aneh! Bukankah lebih enak duduk di kursi Wakil Ketua DPRA dari pada kursi Walikota banda Aceh, yang besar kotanya tak seberapa? PAD-nya juga tak seberapa.  Sepertinya, Abang kurang minum kopi. Dimana-mana karir politik itu kalau sudah di atas, tidak lagi turun Bang.


Sedari awal naik mencalonkan diri jadi walikota, Abang sudah bikin masalah. Konsep Abang terlalu bagus bagi kami anak muda banda Aceh yang haus akan konsep real (lebih baik mengalokasikan dana pembangunan jembatan laying ke perbaikan prasana dan sarana air PDAM. Menyediakan kota yang ramah bagi pejalan Kaki. Menjadikan Banda Aceh sebagai kota ramah Turis dll). Kami jadi bengong dan bingung. Abang ini hantu atau manusia? Kenapa masih ada calon Walikota dengan konsep se-real itu? Gara-gara ide Abang, saya jadi galau. Bingung, bimbang dan susah tidur. Kenapa Abang tidak menjadi seperti para calon walkot lainnya. Kasih saja program yang “familiar”. Tidak perlu wow. Biar kami tidak bingung bang. Biar saya tidak susah

Kabar dari gedung senayan Aceh, Abang itu, selalu bikin susah orang lain. Seharusnya, tugas Abang di DPRA itu kan meringankan orang lain. Bukannya malah menyusahkannya. Abang tahu tidak? Gara-gara Abang publish gaji Abang di face-book. Akhirnya masyarakat Aceh jadi tahu berapa sebenarnya gaji anggota senator Aceh di simpang lima itu. Ternyata gaji anggota dewan itu Cuma 15 juta. Miskin kali kok Abang ini? Ngapain Abang naik jadi anggota dewan? Mendingan Abang urus saja perusahaan Abang yang sudah besar itu. Capek-capek Abang duduk di dpra hanya untuk bikin anggota lain susah. Inikan kurang kerjaan namanya.

Bang Irwan, Jangan Jadi Walikota. Nyusahin Aja!
Anggaran APBA yang minim untuk wanita Aceh, Abang minta maaf? Untuk apa Abang minta maaf? Dan Abang malah bela-belain untuk menyisihkan dara aspirasi Abang untuk kaum wanita Aceh yang selama ini memang kurang tersentuh oleh pemerintah Aceh. Bang, orang lain tidak ada yang peduli tentang ini. Abang ngapain repot-repot? Ngurusin ibu-ibu, anak perempuan, dan wanita tua di Aceh. Apa tidak ada yang lebih penting bang? Misalnya membicarakan dana taktis anggota dewan tahun depan naik berapa persen misalnya?

Dikasih mobil Harrier, Abang malah nolak. Dan lebih minta Toyota kijang yang tak seberapa mahal dan mewah itu. Alasannya? Terlalu mewah, tidak efisien, dan tidak pantas untuk seorang Irwan. Bang, saya membayangkan bila Abang nanti jadi walikota, hampir semua pejabat di kota banda Aceh akan kesusahan. Mereka tidak bisa lagi menikmati empuknya kursi mobil mewah. Mereka tidak bisa lagi jalan-jalan keliling ke rumah sanak family dan ke masyarakat sambil memperlihatkan strata mereka sebagai pejabat dengan mobil mewahnya.

Saya pun akan palak. Susah dan kesal. Kenapa harus di hemat anggaran kota dengan membeli mobil murahan tapi efisien. Kenapa tidak seperti yang sudah jalan sekarang saja? Bang, berhentilah berbuat aneh. Semakin aneh Abang, semakin ramai orang yang akan susah bang. Susah menerima begitu banyak perubahan di Aceh ini.

Walikota yang pernah dan sedang menjabat saja tidak se-terbuka Abang dalam melaporkan gaji dan penggunaan dana daerah yang diamanahkan, kenapa nanti kalau Abang jadi walikota hal tersebut harus dilakukan? Bah! Abang ini bikin saya susah saja. Abang harus ingat, membuat sesuatu yang baru itu tidak akan mudah diterima oleh orang lain lho bang.

Kami ini, sudah terbiasa dengan hal-hal yang “tertutup” jadi, akan sangat sulit menerima sebuah era yang penuh keterbukaan. Nanti, akan sulit nyari dana untuk keperluan kampanye dong? Masa Abang tidak tahu perihal ini? Abang itu seorang politikus! Karir politik berbanding lurus dengan ketersedian stok duit sebagai logistic kampanye. Abang jangan coba-coba bantah itu! Kalau Abang bantah, berarti Abang, lagi-lagi akan menyusahkan sebagian besar pemain politik Aceh hari ini, bang!

Sekali lagi, Abang itu anak negeri sendiri. Produk asli dalam negeri. Lantas kenapa Abang harus menyusahkan orang lain di negeri ini?  Jangan naik jadi walikota Banda Aceh, Bang. Karena nanti, kota Banda Aceh menjadi terlalu bagus dan cantik, nanti, kota Banda Aceh akan terlalu tertata struktur pemerintahannya. Langsing jumlah pegawainya. Flat system birokrasinya. Terbuka keuangannya. Jelas langkah dan arah tujuan kotanya. Ah bang, jangan bikin saya susah. Susah menerima kenyataan nanti kota ini terlalu indah. Saya akan susah membedakan, ini mimpi di siang bolong ataukah sebenarnya, ini adalah sebuah hal yang tak mustahil.

Akhir kata, saya setuju dengan ungkapan bapak Habibie,  “hanya anak-anak bangsa sendirilah yang dapat diandalkan membangun negerinya sendiri, tidak mungkin mengharapkan dari bangsa lain

Saya benci bang Irwan Johan. Dia, bikin saya pusing!


Komentar

  1. Keren tulisannya, yudi sayan bang irwan yaa😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheh terima kasih kak..
      baru belajar nih kak. nulis sarkas :D

      Hapus
  2. Hahaha,,,,,
    Bahasa terbalik bang ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah tadi kita sudah share kan? saatnya sikonyol memimpin jalur :))

      Hapus
  3. boh rom-rom ta lawok ngen u bek taboh keju keu hayeu rupa. meunyoe kuah pliek ta labo ngen keju nyan rupa that lucu hana ban rasa.:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha.. mangat hana mangat.. makanan tetap makanan bang :D
      nggak mungkin tertukar :D

      Hapus
  4. ngapain abg susah payah untuk naik balon walikota banda aceh lagi? banda aceh udah ga pukulan abang lagi, abg cocok nya untuk Aceh 1!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha saya belum mencalonkan diri bang :D

      #kabooor :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa bilang jadi Blogger itu Enak?

Siapa Bilang Ngeblog itu Gampang? “Wah..abang enak blogger.. kemana-mana bisa pergi kapanpun.” “abang enak, blogger, bisa kerja suka hati” Intinya tuh, enak, enak, dan enak. Begitulah persepsi orang ketika saya mengenalkan diri sebagai salah satu dari ribuan blogger keren di Aceh. Sebenarnya, apa yang terlihat enak tidaklah se-enak yang dibayangkan. Dunia ngeblog ini sudah saya tinggalkan bersamaan dengan padamnya Multiply. Iya, saya termasuk blogger yang susah move on dari satu blog ke blog lainnya. Tapi beda ketika menyangkut move on perihal hati #krik..krik..krik.. Awal tahun ini, saya kembali mencoba menyalurkan hobi menulis yang “nggak banget”. Kenapa saya katakan demikian? Karena saya ini tidak pernah bisa mengerti perihal EYD. Saya sebenarnya punya dilemma ketika menempatkan awalan “di”. Mana yang disambung, mana yang dipisah, saya bingung. Percayalah, saya tidak bohong kali ini. Karena ini menyangkut harkat dan martabat saya. #halah…

Ustad, Pesan Yang Cantik Satu!

ilustrasi dari  rantsofamuslima.blogspot.co.id Ini hanya fiktif belaka. Di angkat dari joke keseharian mereka yang berkecimpung dalam dakwah. (padahal semua manusia tugas wajibnya adalah dakwah kan? Kenapa pula harus aku tuliskan “berkecimpung” ya? Duh, jadi pusing sendiri nih menjelaskannya) Suatu ketika di pelataran mesjid. Seorang pemuda yang berumur cukup duduk dengan serius bersama ustadnya. Percakapan yang dibicarakan juga perihal yang serius. Seserius duduknya mereka berdua. Mereka membicarakan perihal masa depan. Kehidupan masa depan. Cita-cita masa depan. Keindahan sampai dengan masa depan. Ah, apa pula itu?!

Ketika Aku Harus Menikah (Lagi)

adat kasih cincin kepada mempelai wanita Berbilang tahun sudah, pernikahan yang syahdu ini berjalan layaknya sebuah biduk yang mengarungi perairan Banda . Naik turun, goyang-goyang, dan tak jarang ditemani oleh lumba-lumba yang menari. Anak sudah dua. Sepasang pula. Dari yang ganteng sampai yang cantik. Lengkap sudah. Seawal perkenalan dulu, tak ada ungkapan cinta nan romantis yang berkelebat dari surat-surat kertas yang bau harum. Tak ada. Hanya ungkapan sederhana, m aukah engkau menjadi kekasihku kelak?  dan berapa maharnya? (teteup..) Singkat cerita, dia mengajukan sebuah pertanyaan klasik. “Bagaimana menurut abang poligami itu? Ada niat kah?”