Nak, ni cerita ketika ayah, baru saja menikah dengan bundamu. Tapi, kami berdua tidak tinggal serumah. Ayah, harus kerja di sebuah bank Negara yang berlabel syariah. terletak di sebuah kabupaten di aceh. ini hanya tulisan lawas, dari blog lawas ayah. Mungkin, cerita ini akan berguna bagi kalian kelak!
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = == = =
![]() |
ilustrasi rumah panggung aceh by www.buzzerbeezz.com |
Allah,
punya sejuta satu cara untuk mengabulkan permintaan hambaNYA. Dan, aku rasa,
kawan sekalian pasti setuju dengan pernyataan tersebut. Terbilanglah suatu
ketika aku bercita-cita untuk hidup sederhana dan punya rumah tinggal serupa dengan
rumah adat aceh, rumoh panggoeng.
Dua
cita-cita yang tersemat begitu melekat dalam benak otakku yang terdalam. Jika
menurut teori ilmu termodernnya, hal ini disebut hukum tarik menarik! Boleh
setuju, boleh juga tidak. Tapi Allah itu maha mendengar, dan, segala sesuatu
yang terjadi pasti atas kehendakNYA.
Bilanglah
bahwa hal itu yang terjadi denganku beberapa tahun terakhir ini. Dulu, seketika
aku masih menetap di ibukota Negara tercinta ini, aku pernah ngekost dan tinggal disebuah kamar yang
tepat dibangu atas gorong-gorong kelurahan. Jika malam tiba, nyamuk yang
berketurunan cucu beranak itu pasti akan menggerayangi tubuhku tanpa pernah
mengerti bahwa itu adalah perihal haram. Belum lagi dengan aroma gorong-gorong
yang menyengat hidung mancungku yang seketika itu juga membuat aku harus
membenamkan muka kedalam bantal. Aman sejenak. Selanjutnya, aku bernafas
seperti kuda yang dipacu ratusan mil tanpa jeda. Asmaku kambuh!
Pengap, tak
berjendela. Berlantai papan, dengan kasur yang sudah mengeluarkan sejuta aroma
menyengat ditambah door prize debu yang sesekali beterbangan memenuhi ruang
kamarku. Apalah yang harus diperbuat? Selain tetap berusaha teguh untuk
menyelesaikan kuliah.
Seminggu
sudah, aku bekerja di sebuah desa yang sejak dua tahun lalu naik derajat
menjadi ibukota dari kabupaten baru di provinsi Aceh. Ini dulu kampung,
sekarang ingin menjadi kota. Sekolah dasar dan kantor camat disulap menjadi
kantor tempat bapak yang berpakaian putih dengan lencana sebesar punya sheriff-sheriff di film Amerika tersemat
di dadanya. Ruko-ruko yang dulu tak laku, kini ramai di hinggapi para pegawai
yang masih bingung harus melakukan apa dikantor barunya. Dan, salah satunya
yang ikut-ikutan disulap adalah rumah tua, rumah panggung, peninggalan kakek
berkakek, menjadi kamar kos-kosan.
Aku
termasuk yang beruntung. Karena bisa menyewa salah satu kamar kosan model baru
ini. Dengan harga yang tidak mencekik, bersih, tidak jauh dari kantor, dan bisa
dibilang cukup nyaman.
Terkadang,
ketika malam tiba, suasana yang hening dan sepi, sesepi-sepinya ini, membuatku
sering tercenung dengan perjalanan garis cita-citaku. Inikah tandanya Allah
telah mengabulkan doaku?
Kamar yang
aku tinggali ini, paling tidak untuk sebulan kedepan, benar-benar membuatku
peras otak. Lantai papan yang jarak papan yang satu dengan lainnya cukup
renggang, jadi menciptakan celah-celah yang hanya bisa dilewati oleh makhluk
tuhan yang paling jeli. Semisal, nyamuk, semut, kecoa, dan sahabat-sahabatnya.
Diantara kesemuanya, nyamuk adalah kawan terdekatku malam ini. Kawan yang membuatku cukup gila.
Mengingat
jaman kini semakin canggih aku tak ingin ambil pusing untuk membeli kelambu. Toh, sudah ada obat anti
nyamuk. Baik bakar, elektrik, bahkan sampai cair. Tadinya, aku pikir, nyamuk
tidak ikut perkembangan jaman. Dengan memasang obat anti nyamuk elektrik,
tubuhku tidak lagi digerayangi oleh nyamuk yang tidak ikut kelas pendidikan
agama itu. Dan, aku bisa tidur dengan nyenyak. Ternyata semuanya tidak
berhasil. Nyamuk didesa itu sudah kebal. Mungkin karena sering minum air pupuk
urea, kali ya?! Obat anti nyamuk yang aku gunakan tidak mempan. Belum lagi jika
ditambah dengan celah-celah yang ada disekitar kamarku. Para nyamuk bisa
memanggil bala bantuan untuk terus dan terus menggerayangi tubuhku. Oh Tuhan…pantas
saja pengusaha obat anti nyamuk tidak miskin
Sudah beberapa hari belakangan ini, aku sering
duduk untuk menjadi umpan nyamuk-nyamuk yang tak beragama itu. Ku buka bajuku,
kubiarkan tubuhku pelan-pelan dihinggapi nyamuk. Lalu aku pukul nyamuk-nyamuk
yang masuk dalam perangkap kunoku.
Plok…!
Plok…!
Eureka!
Aku
berhasil melawan nyamuk bernyamuk ini. Paling tidak, dengan cara kunoku ini aku
berhasil membuat sekawanan nyambuk untuk berpikir dua kali dalam menyerangku
dalam waktu semalam. Paling tidak, setelah lelah memukul satu persatu nyamuk,
aku bisa tidur nyenyak. Tentu saja tidur karena terlalu lelah dan terlalu perih
karena aku menepuk tubuhku dengan cukup kuat disertai gerakan yang cukup cepat.
Mulai dari
bawah ketiak sampai pipi. Mulai dari lengan, sampai punggung. Semuanya merah
dan perih. Alhasil aku mukaku tertidur meringis. Dan bermimpi melawan raja
nyamuk dengan jurus naruto untuk mengeluarkan katak raksasa yang akan memangsa
sang raja nyamuk.
Kejadian
ini, membuat aku berpikir. Sedikit mewaraskan diri dan mencerna logika. Apakah
aku masih harus tetap memiliki rumah tinggal berbentuk serupa dengan rumah yang
aku tinggali ini? Haruskah aku tetap memiliki cita-cita untuk menikmati hidup
sederhana?
Adalah
bahwa kawan, hidup itu tidak akan indah tanpa sedikit kegilaan! Jadi, kenapa
harus mundur dengan semua cita-cita yang telah aku sematkan sedari dulu?
Walaupun hidup dipenuhi nyamuk. Walaupun hidup menjadi umpan nyamuk cucu
beranak. Kenapa harus mundur?
&&&
Kamar sederhana, kota Meureudu
Lagi ngebayangin kampung yg akhir nya menjadi kota. Kmrn aku yg ke aceh singkil itu kata nya kota tapi sepi nya minta ampun :-(
BalasHapusjadi ada ke kota singkilnya ya Om?
Hapusklo desa yang berubah jadi kota itu di aceh ada beberapa, singkil, pidie jaya, dan blang pidie. dulu itu desa, sekarang jadi ibukota kabupaten. tapi yaa tetep aja sepi dan nggak seramai kota2 lainnya bang