Esok hari, bila tak ada hambatan. Saya dan keluarga
akan ngetrip lagi ke kabupaten Singkil. Kali ini kami sekeluarga harus
menghadiri perhelatan pernikahan sepupu.
Mau tidak mau, suka tidak suka, penampilan harus
yang terbaik kan?
Maka pangkas adalah salah satunya.
"Apa2an
ini?! Kenapa begini rambut saya? Apa kamu tidak bisa pangaks rambut ya?!" seorang pria yang saya nilai dari ubannya yang
merata, umurnya pasti tak muda lagi. Ziyad, anak tertua saya sampai bingung dan
takut. Bagaimana tidak, baru saja kami masuk ke tempat pangkas tersebut.
Keadaan yang memang sedang panas karena terik mentari semakin panas karena
teriakan sang bapak.
"Ganti
aja yang pangkasnya!"
pintanya lagi. Si abang yang memangkas bapak tersebut bingung. Terdiam dia
mematung. Dengan gunting dan sisir ditangannya.
Tergopoh gopoh, si abang yang lainnya, yang hendak
memotong rambut saya, mengambil Alih peran si abang yang terbingung karena di
omeli oleh sang bapak. Ya.. Mungkin karena konsumen adalah raja. Maka dia bisa
seenaknya. Sedikit pongah kesannya. Sehingga membuat saya risih, pun demikian
dengan ziyad.
Ziyad, meminta pulang. Batal pangkas rambut. Dia
minta ke tempat lain saja. Sebuah tempat yang lebih lux dan lebih mahal. Tidak
seperti tempat ini, berdinding dan berlantai kayu tentu harganya lebih murah.
Saya setuju dengan usulan ziyad. Karena terkadang hargalah yang menentukan
kualitas.
Saya permisi ingin pindah ke tempat lain. Motor saya
nyalakan. Tiba-tiba, si abang yang tadi berdiri mematung itu duduk di kursi
tunggu di depan tempat usahanya. Ia tidak berbicara. Hanya menggerak-gerakkan
tangannya. Seolah memberi isyarat kepada salah seorang Bapak lainnya yang
tengah duduk menunggu orang yang bocor ban sepeda motornya. Ya, bapak itu
adalah si tukang tambal ban motor yang menjadi teman curhatnya. Si abang
pangkas itu terus menggerakkan tangannya. Air matanya mulai berlinang.
Terduduk ia sembari termenung. Seolah menyedihkan
keadaannya yang bisu itu. Iya, saya baru sadar kalau ternyata ia bisu. Dan, itu
membuat saya terperanjat seketika. Perasaan saya tak menentu. Motor yang sudah
di luar pakiran membuat keadaan semakin dilema.
"Ziyad, ayah pangkas rambutnya di sini aja ya
nak?"
"Kenapa Yah?"
"Kita bagi2 rezeki dari Allah ya"
Ziyad hanya diam dan menurut. Walaupun dia tetap
dengan keinginan untuk tidak memangkas rambutnya. Lalu sibuk bermain
handphone.
****
Sebuah pelajaran hari ini. Sangat sulit rasanya
berbuat ikhlas dalam menghargai mereka yang di berikan Allah kekurangan. Tapi
bagaimanapun juga mereka adalah manusia. Sama seperti saya dan bapak yang
sempat muntaz amarahnya.
Selamat siang kawan!
Kasian banget tukang pangkas itu dan dari membaca saja hati saya juga ikutan sedih.
BalasHapusIya sih mas, pembeli/konsumen itu adalah raja tapi raja juga harus bersikap bijak dan tidak memperlakukan kasar apalagi membentak seperti bapak itu. Duh jadi sedih :') hehehe
Iya wid.. Sedih banget emang. Tapi terkadang di jaman sekarang hal2 kek gini udah sering dicuekin gitu aja kan?
HapusSangat inspiratif dan ada konsep pembangung didalamnya. Saya ninggalin jejaknya ga :D http://www.clouid.blogspot.com
BalasHapusterima kasih atas apresiasinya Bang.
Hapus